Motivasi dan Strategi Belajar Kitab Turats

On 22/08/2019 by admin

Jurnalis MSAA, Pada acara Ta’aruf Ma’hady Ma’had Al-Jami’ah Al-Aly hari kedua (3/8), materi terakhir disampaikan oleh Ustadz Nasrullah yang kerap disapa dengan panggilan Gus Anas. Beliau merupakan salah satu lulusan Pondok Pesantren Lirboyo selama 9 tahun dan S1 UIN Maulana Malik Ibrahim jurusan Al-Ahwal Al-Syakhsiyyah. Pada kesempatan ini beliau mengupas tuntas tentang motivasi dan strategi belajar kitab turats.

Mengawali materi yang disampaikan, beliau mengutip salah satu ayat yang berbunyi:

وَلاَ تَهِنُوا وَلَا تَحْزَنُوا وَأَنْتُمُ الْأَعْلَوْنَ إِنْ كُنتُمْ مُؤْمِنِيْنَ ﴿آل عمران: 139﴾

Artinya: “Janganlah kamu bersikap lemah, dan janganlah (pula) kamu bersedih hati, padahal kamulah orang-orang yang paling tinggi (derajatnya), jika kamu orang-orang yang beriman.” (QS. Ali Imran : 139)

Dari ayat di atas dapat diambil ‘ibrah bahwa seorang mukmin tidak sepatutnya bersikap lemah dan bersedih hati. Padahal ia adalah orang yang memiliki derajat tertinggi hingga mampu mengalahkan yang lainnya.

Rasulullah saw bersabda:

يَأْتِي عَلَى النَّاسِ زَمَانٌ الصَّابِرُ فِيْهِمْ عَلَى دِينِهِ كَالْقَابِضِ عَلَى اْلجَمْرِ ﴿رواه الترمذي﴾

Artinya: “Akan tiba masa pada manusia dimana orang yang sabar dengan agamanya ibarat memegang bara api”. (HR. Tirmidzi)

Kalimat (الصَّابِرُ فِيْهِمْ عَلَى دِيْنِهِ), dulu tafsirnya adalah “orang yang giat dalam beribadah”, namun berbalik arah dengan keadaan saat ini. Kalimat tersebut cocok ditafsirkan dengan “orang yang memiliki ilmu sebanyak mungkin dan mau mengamalkannya.” Orang yang memiliki banyak ilmu tersebut diibaratkan seperti orang yang memegang bara api, karena orang yang belajar; tafaqquh fii ad-diin, sekarang ini ukurannya semakin merosot. Jauh lebih banyak orang yang mencari ilmu bukan untuk urusan akhirat, melainkan untuk urusan duniawi. Oleh karena itu, godaan dan tantangan yang dihadapi pelajar sekarang lebih berat dibandingkan dengan ulama-ulama sepuh terdahulu. Banyak godaan yang menyebabkan para pelajar lalai akan dirinya sendiri, terlena akan kemegahan dunia dan segala isinya yang semakin canggih, sehingga memberikan efek samping negatif pada dirinya, yakni enggan untuk belajar dan rasa malas yang menguasai diri.

Beliau membagi materi menjadi beberapa poin, yaitu :

Bekal dalam membaca kitab

Umumnya lulusan pesantren  mudah menyerah ketika membaca kitab, bukan karena tidak bisa, namun karena enggan menggunakan bekal yang sudah dimiliki sebelumnya. Seperti ilmu nahwu, dan shorof. Dalam membaca kitab harus menguasai ilmu nahwu. Tidak harus sampai pada kitab besar, seperti Alfiyah Ibn Malik, namun pokok-pokok yang terdapat dalam kitab al-Ajrumiyah harus di pahami dan dikuasai. Begitu pula shorof. Gunakan juga kamus untuk mencari kosakata yang belum diketahui ma’nanya.

Jitu Memahami

Banyak kesulitan yang dihadapi saat membaca kitab turats. Terkadang seseorang terjebak dalam satu paragraf yang sulit untuk dipahami. Ketidakpahaman itulah yang sering menjadikan seseorang mudah menyerah.  Hal itu akan  menyebabkan pemahaman seseorang semakin kendor dan menumbuhkan rasa malas sehingga terburu-buru pindah pada kalimat atau bab selanjutnya tanpa memahami kalimat sebelumnya. Ada beberapa upaya yang dapat dilakukan untuk mengatasi hal tersebut agar bisa paham secara sempurna, antara lain:

  1. Menggunakan kamus;
  2. Menggunakan kitab syarah;
  3. Menggunakan kitab pembanding;
  4. Bertanya pada ahlinya.

Dahulukan usaha dengan sungguh-sungguh, jika tidak paham bertanyalah pada ahlinya. Ketika seseorang itu bisa fokus, tekun, pada satu kalimat hingga berjam-jam maka ia akan terbiasa dengan kalimat-kalimat setelahnya yang lebih sulit.

Melatih Bacaan

Untuk bisa terbiasa dengan maksud  (murod) teks-teks kitab turats, harus terbiasa membiasakan diri membaca kitab hingga paham secara totalitas. Jadi harus mempunyai adat, diantaranya ada dua pilihan:

  1. Menggunakan durasi jam perhari;
  2. Mengkhatamkan baca kitab.

Dalam mengkhatamkan baca kitab seseorang harus mempunyai target agar tercapai. Siapapun yang giat dalam belajar, meskipun tidak cerdas, ia akan bisa, paham, dan memahamkan orang lain.

Kelebihan dan Kelemahan

Biasanya para santri mempunyai kelebihan dalam memahami kitab dalam beberapa bab saja yang sering dilakukannya, seperti: thoharoh, sholat, puasa, haji, dan lain-lain. Namun mereka mempunyai kelemhan, dimana harus memahami teks kitab dengan membutuhkan waktu yang tidak sebentar, seperti memahami bab muamalah, munakah, jinayah, fiqih syatta, ushul fiqh, tarikh, tasawuf, maupun tafsir.

Mengurai Kajian

Ketika berusaha memahami kitab, gunakan satu kitab rujukan yang mudah dipahami. Misalnya:

  • Fiqih                         : Fiqih Manhaji atau Kifayatul Akhyar
  • Ushul Fiqih             : Al-Wajiz fi Ushul al-Tasyri’ al-Islami(Dr. Muhammad Hasan Hito) atau Ushul al-Fiqh al-Islamy (Dr. Abdul Wahab Khalaf)
  • Nahwu                     : Syarah Ibn Aqil
  • Qowaid Fiqhiyyah : Al-Asybah wa Al-Nadzair
  • Tafsir                       : Tafsir al-Baghowi
  • Tasawuf                  : Mauidzoh al-Mu’minin atau Salalim al-Fudhola’
  • Akhlak                    : Adab al-Alim wa al-Muta’alim

Tariqah Ulama’

Ada beberapa kiat atau tips dari para ulama dalam belajar, antara lain:

  1. Membiasakan “Sahrul layali” yakni terjaga di tengah malam dengan mengkaji kitab.
  2. Gemar bermusyawarah, karena dapat memacu pemahaman dan hasilnya sukar dilupakan.
  3. Selalu haus ilmu, dimana ilmu disebar mereka akan mengejarnya dengan semangat.
  4. Mawas diri, dengan selalu mengoreksi bahwa ilmu yang didapat tidak seberapa dan masih tergolong orang yang kurang mumpuni.

Disiplin Belajar

Jangan pernah putus asa dalam belajar. Tidak ada ilmu kecuali dengan kesungguh-sungguhan. Jika anda malas dan menyerahkan nasib anda kepada Yang Maha Kuasa, maka jangan pernah menyalahkan Yang Kuasa jika anda ditakdirkan tidak seperti yang diinginkan. (Amaliya Fitri).

Leave a Reply