MIU Login

UIN Malang Teguhkan Peran Strategis Hadapi Tantangan Kebangsaan di Era VUCA

Malang – Auditorium Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri (UIN) Maulana Malik Ibrahim Malang, Senin (22/9/2025) pagi, dipenuhi antusiasme mahasiswa baru. Sebanyak 100 mahasiswa mengikuti Seminar Nasional bertajuk “Peran dan Tantangan UIN Maulana Malik Ibrahim Malang dalam Mewujudkan Masyarakat Rukun, Maslahah, dan Cerdas.” Acara yang diselenggarakan Pusat Ma’had al-Jami’ah ini menghadirkan Prof. Dr. Asep Sunandar, S.Pd., M.AP., Asisten Deputi Bina Keagamaan Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK) sebagai narasumber utama.

Dalam sambutannya, Mudir Pusat Ma’had al-Jami’ah, Dr. Ahmad Izzuddin, M.HI., menekankan pentingnya peran strategis UIN Malang dalam mencetak generasi unggul. “Mahasiswa hari ini adalah calon pemimpin bangsa di masa depan. Mereka bukan hanya harus cerdas secara akademik, tetapi juga intelek, visioner, dan berkeadaban. Seminar ini kami harapkan dapat menjadi ruang pembentukan pola pikir generasi bangsa yang tangguh menghadapi perubahan zaman,” ujarnya.

Tantangan VUCA dan Ancaman Polarisasi

Prof. Asep Sunandar dalam paparannya menyoroti fenomena global yang sering dirangkum dalam istilah VUCA (Volatility, Uncertainty, Complexity, Ambiguity). Menurutnya, masyarakat saat ini menghadapi eskalasi perubahan yang sangat cepat dan sulit diprediksi. “Kita dihadapkan pada realitas hiper, di mana fakta bercampur dengan informasi palsu. Kondisi ini membuat masyarakat mudah terprovokasi, terpolarisasi, dan terseret dalam konflik yang tidak produktif,” tegasnya.

Ia menambahkan, globalisasi dan interaksi lintas budaya serta ideologi transnasional membawa nilai-nilai baru yang berpotensi melemahkan ideologi Pancasila. “Akibatnya, ketahanan budaya bangsa terganggu. Radikalisme dan terorisme bisa tumbuh subur jika ruang moderasi beragama tidak kita jaga,” jelasnya.

Selain itu, perkembangan teknologi digital mengubah peradaban masyarakat secara drastis. “Logika kapitalisme internet kini mendominasi berbagai aspek kehidupan. Internet of things, kecerdasan buatan, dan algoritma media sosial bukan hanya mengatur pola konsumsi, tetapi juga membentuk kesadaran kolektif masyarakat. Inilah yang saya sebut sebagai fenomena abad kreatif, yang bisa menjadi peluang sekaligus ancaman,” paparnya.

Prof. Asep juga mengingatkan adanya kerawanan sosial yang dapat muncul akibat perbedaan latar belakang budaya, kepentingan politik, dan perubahan sosial yang cepat. “Konflik horizontal maupun vertikal bisa terjadi kapan saja. Maka pendidikan tinggi, termasuk UIN Malang, punya tanggung jawab moral untuk memperkuat ketahanan sosial bangsa,” katanya.

Posisi Strategis UIN Malang

Menurut Prof. Asep, pendidikan tinggi keagamaan memiliki posisi sangat penting dalam menghadapi era Indonesia Emas 2045. UIN Malang, kata dia, tidak hanya sebagai pusat akademik, tetapi juga sebagai benteng moralitas, spiritualitas, dan kebangsaan. “Perguruan tinggi keagamaan seperti UIN Malang harus mampu mengintegrasikan nilai-nilai pluralisme, kebhinekaan, dan moderasi beragama. Inilah yang akan menjaga bangsa dari fragmentasi sosial yang membahayakan persatuan,” ungkapnya.

Ia menilai UIN Malang memiliki modal kuat karena dikenal sebagai Kampus Ulul Albab, yang mengintegrasikan ilmu agama, sains, dan teknologi. “Model pendidikan ini menjadikan UIN Malang sebagai role model bagi PTKIN lain. Integrasi keilmuan ini penting untuk membekali mahasiswa menghadapi tantangan abad 21 yang serba kompleks,” tambahnya.

Arah Kebijakan Pendidikan Tinggi Keagamaan

Lebih lanjut, Prof. Asep menjelaskan arah kebijakan yang perlu ditempuh perguruan tinggi keagamaan untuk menjawab tantangan tersebut. Pertama, penguatan kurikulum berbasis kontekstual. Menurutnya, kurikulum harus adaptif dengan kebutuhan zaman tanpa meninggalkan basis teologis. “Integrasi dengan filsafat, sosiologi, hingga teknologi sangat penting agar mahasiswa tidak tercerabut dari konteks zaman,” ucapnya.

Kedua, penguatan literasi digital dan teknologi. UIN Malang didorong untuk mengembangkan platform e-learning dan digital library agar mahasiswa dan dosen lebih mudah mengakses pengetahuan. “Tanpa literasi digital, kita akan tertinggal dalam persaingan global. Mahasiswa harus mampu menjadi produsen pengetahuan, bukan hanya konsumen,” katanya.

Ketiga, peningkatan kolaborasi dan kemitraan. Perguruan tinggi keagamaan harus aktif menjalin kerja sama dengan kampus dalam dan luar negeri, serta lembaga masyarakat. “UIN Malang bisa menjadi motor dalam jejaring akademik internasional sekaligus menjalin kemitraan dengan komunitas lokal, sehingga ilmu teologi benar-benar membumi,” jelasnya.

Keempat, revitalisasi nilai kebangsaan dan moderasi beragama. Prof. Asep menekankan perlunya pendidikan agama yang inklusif dan kontekstual. “Moderasi beragama bukan sekadar jargon. Ini adalah kebutuhan riil bangsa. UIN Malang punya tanggung jawab untuk mengajarkan Islam yang rahmatan lil ‘alamin, yang mampu melahirkan masyarakat harmonis,” tambahnya.

Menjawab Tantangan Zaman

Konteks eksternal memperlihatkan betapa relevannya pesan yang disampaikan dalam seminar ini. Kehadiran media sosial dan arus informasi digital yang masif telah melahirkan fenomena echo chamber dan polarisasi opini. Bagi generasi muda, khususnya mahasiswa baru UIN Malang, hal ini bisa menjadi jebakan yang menggerus daya kritis.

Dalam hal ini, UIN Malang dituntut untuk lebih proaktif. Program moderasi beragama yang sudah lama digalakkan perlu dipadukan dengan literasi digital dan penguatan riset sosial. Pendekatan multidisiplin, sebagaimana ditekankan Prof. Asep, dapat menjadi jawaban atas problem radikalisme digital dan kerentanan sosial.

Sebagai kampus yang mengusung integrasi sains dan agama, UIN Malang memiliki keunggulan unik. Kampus ini bisa melahirkan sarjana yang bukan hanya ahli dalam bidang keilmuan, tetapi juga memiliki sensitivitas sosial dan spiritualitas tinggi. Dengan demikian, peran UIN Malang bukan hanya mencetak lulusan, tetapi juga mencetak agen perubahan sosial yang mampu menjadi jembatan di tengah polarisasi masyarakat.

Penutup

Seminar Nasional di UIN Maulana Malik Ibrahim Malang ini bukan sekadar agenda akademik, melainkan penegasan peran institusional kampus dalam percaturan kebangsaan. Pesan yang berulang kali ditegaskan adalah bahwa UIN Malang harus menjadi garda depan dalam membangun masyarakat yang rukun, maslahah, dan cerdas.

Dengan tantangan era VUCA, globalisasi, dan digitalisasi, UIN Malang diharapkan mampu berdiri sebagai institusi yang tidak hanya kuat dalam basis keilmuan, tetapi juga tangguh dalam menjaga moralitas dan kebangsaan. Jalan menuju Indonesia Emas 2045 masih panjang, namun peran kampus keagamaan seperti UIN Malang akan sangat menentukan arah perjalanan bangsa.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Berita Terkait