Para Hujjaj MSAA Bagi Pengalaman Di Tanah Suci

On 13/12/2011 by admin

 El Ma’rifah-Panggilan Allah untuk menunaikan ibadah haji adalah sebuah misteri bagi seluruh umat Islam di dunia. Entah dengan cara apa dan bagaimana, tak seorang makhluk pun mampu menebaknya karena semua adalah mutlak dibawah kuasaNya. Tahun ini adalah pertama kalinya bagi beberapa musyrif/musyrifah Ma’had Sunan Ampel Al-Aly berkesempatan untuk menunaikan ibadah haji di masa pengabdiannya.

Suasana di gedung Halaqoh MSAA terasa sangat berbeda ketika agenda rutinan yang dilaksanakan oleh Halaqoh Ilmiah MSAA dihadiri oleh narasumber yang istimewa. Tepatnya pada hari jum’at 9 Desember 2011, jumlah audiens yang datang pun lebih banyak dari biasanya. Karena narasumber yang dihadirkan adalah para haji dan hajah keluarga besar MSAA yang baru tiba dari tanah suci beberapa hari yang lalu. Mereka adalah Imaduddin (Ibnu Kholdun), Mas’udatul Munawaroh (Fathimah Az-Zahra) dan Nurul Widad (Khodijah Al-Kubro). Sedangkan dari jajaran pengasuh yaitu H. Isyroqunnajah, M.Ag beserta isteri (Hj. Ismiyatud Diniyah) dan H. Badruddin.

Mas’udatul Munawaroh, musyrifah berwajah keibuan yang kerap dipanggil Uud ini menceritakan berbagai pengalamannya ketika di tanah haram. Mulai dari pengalaman baik, buruk, bahagia, mengharukan bahkan sedih ketika harus meninggalkan mabna dan rekan musyrifah yang dicintainya.

“Sempat terbersit rasa takut dalam hati saya, bahwa akan mendapat balasan dari sifat usil kepada teman-temannya,” ujarnya. Karena itulah, ia selalu mengingat pesan dari keluarganya agar senantiasa menjaga sikap dan ucapan selama berada di Tanah Haram.

Muhammad Imaduddin, musyrif Mabna Ibnu Khaldun itu menuturkan bahwasanya ia sering berdialog menggunakan bahasa Arab di sana. Mengingat bekal bahasa Arabnya cukup memadai. Musyrif yang akrab disapa Imed ini juga mengaku banyak menolong orang tua yang kesusahan. “Gak apa-apa sekarang saya digelandoti mbah2, nanti ketika haji yang kedua digelandoti isteri saya, hehehe,” celetuknya seraya terkekeh

“Sungguh sebuah pengalaman personal yang kenikmatannya tidak bisa disamakan antara individu yang satu dengan yang lainnya,” ujar Isroqunnajah, Mudir Ma’had Sunan Ampel Al-Ali. Menurutnya, pengalaman selama 40 hari tersebut tidak cukup jika harus dirangkum dalam cerita yang berdurasi beberapa menit ini. Kesempatan ini adalah kali kedua beliau menunaikan ibadah haji, dimana dua-duanya berasal dari Allah. Karena atas izin Allah-lah haji beliau ditanggung oleh seseorang yang sampai saat ini belum ia ketahui siapa.

“Para jama’ah haji sekarang terlalu dimanjakan dengan fasilitas yang mewah dan nyaman,” ujar Badruddin Muhammad. Hal ini sangat berbeda dengan pelaksanaan haji di zaman Rasulullah dulu, tambahnya. Ia berpesan agar jangan sampai para jama’ah haji kehilangan orientasi niat utamanya untuk beribadah. Jangan-jangan disana mereka hanya terlena dengan kemegahan gedung di sekitar Masjidil Haram yang jauh lebih tinggi dan lebih megah dari Ka’bah dan sekitarnya.

“Hendaknya para jama’ah haji merenungkan makna dari setiap rukun haji yang ia laksanakan, bukan hanya ikut-ikut saja tanpa mengerti makna yang terkandung di dalamnya,” petuahnya. (nay)

 

 

Leave a Reply