Gadis Belia dan Sapi Hamil; Humor Syekh Juha

On 20/12/2019 by Agus Cahyo

Manusia diciptakan oleh Allah SWT dengan berbagai tabiat dan perilaku. Ada orang yang berwatak suka bercanda dan banyak tertawa. Ada juga yang berwatak sangat serius dan tidak suka bercanda. Di benak mereka terkadang terbesit anggapan bahwa humor hanyalah guyonan belaka, tidak ada faidahnya. Namun tidak sedikit juga orang yang menyukainya karena mampu membuat bahagia, senang, tertawa, bahkan membuat terbebas dari beban pikiran.

Dalam dunia Islam, terdapat berbagai kisah canda dan humor. Namun ada seseorang yang kisahnya selalu menarik untuk didengar dan dibaca, sebab mengandung humor yang memiliki nilai Islami di dalamnya. Dia adalah Syekh Juha. Tak jarang yang mengenalnya, bahkan mayoritas sejarawan Islam sangat sulit menelisik biografinya; kapan ia lahir, kapan ia wafat, siapa nama aslinya, dan berbagai pertanyaan yang timbul tentangnya. Di dalam berbagai literatur klasik disebutkan bahwa Syekh Juha bernama asli Nashruddin Juha al-Rumi. Dia adalah bangsawan Turki. Konon Syekh Juha adalah seorang tabi’in, dibuktikan dengan riwayat Jalaluddin al-Suyuthi dalam tulisannya yang menyebutkan bahwa ibunya adalah pembantu ibu Anas bin Malik. Menurut al-Suyuthi, Syekh Juha terkenal dengan sifat toleran. Riwayat ini dinukil dan ditulis dalam sebuah kitab berjudul Nawadir Juha al-Kubra pada bagian muqaddimah.

Pada kitab Nawadir Juha al-Kubra di halaman 120,ada sebuah kisah yang menggelitik, mengisahkan tentang wanita dan sapi hamil.

Suatu hari, Nashruddin Juha pergi ke pasar untuk menjual sapinya. Namun tak ada seorangpun berniat membelinya.

Tiba-tiba, salah seorang temannya -berprofesi sebagai makelar- melihatnya dan bertanya kepadanya: “Mengapa sapimu belum juga laku-laku hingga sekarang?” Syekh Juha menjawab: “Ya, aku sudah membawanya kesana-kemari sedari pagi, namun belum juga ada orang yang menawarnya.” Lalu temannya berkata: “Bawalah kesini sapimu…. Biar aku yang membawanya dan menawarkannya ke banyak orang.

Orang itu lalu menawarkannya pada orang lain, sembari berkata: “Sapi ini masih perawan dan bunting enam bulan….” Dengan cepat, para pembeli berdatangan dan akhirnya, sapi itu dibeli dengan harga yang lebih tinggi dari yang diharapkan Syekh Juha sebelumnya. Lalu Syekh Juha berterima kasih kepadanya dan pulang ke rumah dengan bahagia.

Selang beberapa hari, Syekh Juha dikunjungi beberapa ibu untuk melihat anak gadisnya. Karena itu, istrinya minta pada Syekh Juha agar sejenak masuk ke kamar. Tanpa basa-basi, istrinya langsung menemui ibu-ibu tadi, memperlihatkan anak gadisnya, dan menunjukkan beberapa kelebihan serta kecantikan putrinya itu. Tentu saja, dia melakukan hal ini agar mereka mau meminangnya.

Tak lama kemudian, Syekh Juha memanggil istrinya dan berkata kepadanya: “Buka mulutmu dan ucapkan sebuah kalimat kepada mereka…. Aku sudah menemukan sebuah cara baru untuk membuat laris barang dagangan yang tak laku (anak gadisnya).” Ya, cara itu akan Syekh Juha terapkan pada anak gadisnya agar orang-orang berdatangan untuk melamar putrinya itu. Istrinya lalu berkata pada dirinya sendiri: “Mungkin suamiku telah menemukan sebuah cara baru dan terbaik….

Setelah istrinya menemui ibu-ibu tadi, anak gadisnya pun ikut keluar. Dia memberi hormat dan mencium tangan mereka dengan ramah. Setelah itu, istri Syekh Juha berkata: “Ibu-ibu yang mulia… Ada sepatah kata yang ingin disampaikan oleh Sang Ayah gadis ini. Oleh karena itu, kami harap agar Anda sekalian menyimaknya dengan seksama.

Kemudian Syekh Juha keluar dan berkata: “Wahai ibu-ibu yang mulia! Kami tidak akan berbicara panjang lebar. Kami hanya ingin menyampaikan sepatah kata yang sangat ringkas; putriku ini masih perawan dan sedang hamil enam bulan. Jika kalian tidak percaya, kalian bisa membuktikannya sendiri. Jika benar-benar kalian tidak bisa menemukan seorang gadis seperti gadisku ini, maka kalian harus membayarku dengan mahar yang besar. Aku berikan hak khiyar kepadamu sampai tiga hari. Sekian…

Mendengar hal itu, mereka satu sama lain saling menatap, sembari bergegas pergi meninggalkan rumah Syekh Juha tanpa sepatah katapun. Tak lama kemudian, istrinya marah dan berkata: “Kamu gila ya! Kamu kok bisa mengatakan perkataan keji itu di depan mereka?” Lalu Syekh Juha menjawab: “Wahai istriku! Demi Allah, aku tidak menjual sapi betinaku kemarin dengan harga yang fantastis tanpa perantara kata-kata ini, walaupun aku tidak mengetahuinya sama sekali. Sabarlah wahai istriku! Ketahuilah, mereka pasti akan mencari di daerah manapun seorang gadis yang mempunyai karakteristik seperti gadis kita. Tentunya mereka tidak akan menemukannya dan kita telah menjanjikan kepada mereka untuk memberi mahar yang besar (jika mereka tidak menemukannya) sebagaimana kita menjual sapi betina kita dengan harga yang mahal.

Dalam perspektif fiqh mu’amalah, kisah diatas menunjukkan jual beli yang tidak beroleh barakah. Sebab jarang sekali ditemukan nilai kejujuran dalam mu’amalah, melainkan nilai tipu daya yang telah menjadi suatu kelaziman. Padahal, nilai kejujuran merupakan sesuatu yang teramat mahal harganya, sebab jarang sekali didapati pedagang yang jujur dalam pasar. Menurut orang-orang yang materialis -yang suka berburu keuntungan dunia- bahwa kejujuran hampir identik dengan kerugian. Yang dimaksud disini bukanlah rugi sebab dagangannya habis, melainkan rugi sebab untungnya sedikit atau tak seberapa. Sementara teori mereka adalah mengeluarkan biaya sekecil mungkin untuk mendapatkan pemasukan yang besar. Sehingga mereka menargetkan keuntungan yang berlipat. Akibatnya, segala cara dilakukannya untuk melariskan dagangan, walaupun prakteknya jelas-jelas diharamkan oleh Allah SWT. Larangan berdusta dalam jual beli itu terdapat dalam Shahih al-Bukhari disebutkan:

عَنْ عَبْدِ اللهِ بْنِ الْحَارِثِ رَفَعَهُ إِلَى حَكِيْمِ بْنِ جِزَامٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: اْلبَيِّعَانِ باِلْخِيَارِ مَا لَمْ يَتَفَرَّقَا, فَإِنْ صَدَقَا وَبَيَّنَا بُوْرِكَ لَهُمَا فِي بَيْعِهِمَا, وَإِنْ كَتَمَا وَكَذَبَا مُحِقَتْ بَرَكَةُ بَيْعِهِمَا (رواه البخاري)

“Dari Abdullah bin al-Harits yang dinisbatkan kepada Hakim bin Hizam ra, berkata: Rasulullah saw bersabda: Dua orang yang melakukan jual beli boleh melakukan khiyar (pilihan untuk melangsungkan atau membatalkan transaksi jual beli) selama keduanya belum berpisah. Jika keduanya jujur dan menampakkan dagangannya terus terang, maka keduanya diberkahi dalam jual belinya. Tapi jika keduanya menyembunyikan fakta dan berdusta, maka musnahlah keberkahan jual beli padanya.” (HR. Al-Bukhari No. 1275)

Ibn Hajar al-Asqalani dalam kitabnya Fath al-Bari menjelaskan:

وَقَوْلُهُ صَدَقَا أَيْ مِنْ جَانِبِ الْبَائِعِ فِي السَّوْمِ وَمِنْ جَانِبِ الْمُشْتَرِى فِي الْوَفَاءِ وَقَوْلُهُ وَبَيَّنَا أَيْ لِمَا فِي الثَّمَنِ وَالْمُثْمَنِ مِنْ عَيْبٍ فَهُوَ مِنْ جَانِبَيْهِمَا وَكَذَا نَقْصُهُ وَفِي الْحَدِيْثِ حُصُولُ الْبَرَكَةِ لَهُمَا أَنْ حَصَلَ مِنْهُمَا الشَّرْطُ وَهُوَ الصِّدْقُ وَالتَّبْيِينُ وَمُحْقُهَا أَنْ وُجِدَ ضِدُّهُمَا وَهُوَ الْكِذْبُ وَالْكَتْمُ

“Yang dimkasud ‘keduanya jujur’ adalah penjual jujur dalam menawarkan harga dagangannya dan pembeli jujur dalam membayarnya. Yang dimaksud ‘keduanya menampakkan secara terus terang’ adalah menjelaskan aib, baik dalam alat tukar maupun komoditi. Begitu juga menjelaskan kekurangannya. Hadis tersebut menjelaskan bahwa barakah dalam jual beli itu bisa didapatkan jika telah memenuhi syarat: adanya kejujuran dan keterus terangan. Sementara musnahnya barakah itu jika didapati lawan syarat tersebut: penyembuian fakta dan dusta.” (Fath al-Bari, 4/311).

Para pembaca yang budiman! Kejujuran adalah mata uang yang berlaku di seluruh dunia. Nilainya tetap dan tidak pernah fluktuatif. Gunakanlah dalam setiap transaksi kehidupan, agar anda mendapatkan point reward  berupa kepercayaan dan keberkahan. (Muhammad Fashihuddin)

Leave a Reply